Cahaya
matahari terik memasuki celah kelopak mataku, suara kendaraan yang bising dan
bau tempat sampah yang tidak sedap membuatku terbangun dari mimpi indahku.
Aku
melihat ke kanan dan ke kiri, berusaha mengingatkan diri apa yang telah
terjadi.
Aku
mengusap kencang kelopak mataku dan akhirnya dapat mengingat apa yang telah terjadi sebelum aku
terlelap tidur.
“Miss
? Up ! Up !” Tiba-tiba ada pria berteriak kepadaku. Pria tua itu berambut putih
keabu-abuan membawa sapu, dia mengayunkan tangannya ke atas dan ke bawah
berulang-ulang kali, menyuruhku bagun dari tempat tidurku. Spontan aku berdiri tegak
dan bergerak menjauhi tempat tidurku tadi. Pria tadi pun menggeser pintu
tokonya. Aku melihat jam tanganku, ternyata sudah jam 10 pagi. Pantas saja toko
sudah mulai berjualan.
Aku
membersihkan bajuku yang terlihat kotor karena jalanan yang berdebu, lalu
berjalan menjuju stasiun.
Oh
Hi, namaku Abigail Smith, biasa dipanggil Abby atau Abs. Umurku 18 tahun. Hobiku
travelling a.k.a jalan-jalan. Dengan hobiku ini, aku bisa mengetahui keadaan
tempat lain dan mendapat banyak pengalaman berharga dari situ. Walaupu aku suka
travelling, aku pasti selalu menghemat dalam pengluaran sehari-harinya. Contohnya
tadi malam, hostel/motel-motel yang murah sudah penuh, jadi aku terpaksa tidur
dijalan deh ! biasanya aku memang sudah
merencanakan dimana tempat untuk menginap, tetapi 3 hariku di Tokyo ini, sangat
tidak di rencanakan.
Setelah
sampai di stasiun, aku langsung membeli air putih dan sepotong roti untuk
sarapan. Harganya sangat murah hanya sekitar 150 yen. Aku mengabiskan rotiku
dengan cepat dan berlari mengejar subway
jurusan Shibuya.
Pintu
subway tertutup pas sesudah aku masuk. Aku langsung menempati kursi yang kosong
bersebelahan dengan anak perempuan jepang. Dia melihatku lalu tersenyum.
“Hi
my name is Haruna.” Ucapnya berani sambil mengulurkan tangannya.
“Hello
Haruna. My name is Abby. It’s nice to meet you.” Ucapku menjabat tangannya.
Orang jepang memang ramah kepada siapa saja. Itu salah satunya penyebabku untuk
datang ke Jepang lagi.
Haruna
tersenyum, lalu kembali menyandarkan punggungnya ke kursi subway. Aku kembali
melihat ke jendela subway untuk menikmati betapa indahnya negeri sakura ini.
2
stasiun berlalu, akhirnya subway tiba juga stasiun tujuanku, Shibuya. Aku
bergegas keluar dari kereta dan berjalan menuju patung Hatchiko, tempat
pertemuan yang paling diminati di Jepang.
Setelah
puas berfoto-foto bersama si patung anak
anjing bersejarah ini, aku pergi membeli postcard 3D bergambar patung Hatchiko
di toko buku di sekitar patung Hatchiko. Aku memang sangat suka mengoleksi
postcard atau kartu pos dari sebuah daerah. Jadi, setiap aku mengunjungi suatu
tempat, aku pasti menyempatkan diri untuk membeli satu lembar kartu posnya.
Setelah
berbelanja, aku keluar dari toko buku itu, lalu mengecek handphoneku. Ternyata
ada 1 SMS dari temanku.
From : Stephanie si
anak emak <3
ABBBYYYYY
SI ANAK BABEH !! AKU DI HATCHIKO !! DIMANA KAMUU ?
Received
: 10:56
To : Stephanie si anak
emak <3
STEPHHHHHH
SI ANAK EMAAAK BENTAR LAGI NYAMPE INI LAGI BELI POSTCARD ! BIASAA…. :D SEBENTAR
LAGI AKU DI SANA TUNGGU SAJA !! J
Sent : 10:58
Melihat
pesan dari steph, teman kecilku, aku langsung bergegas kembali ke patung
Hatchiko dan mencarinya disana.
Suasana
di patung Hatchiko pada pagi ini sangat ramai, mencari Steph pun menjadi lebih
rumit. Aku memutuskan untuk meneleponnya dan bertemu tepat di depan patung
Hatchiko. Tak beberapa lama, Steph muncul dengan remaja pria berambut coklat,
tubuhnya yang tinggi membantu steph mengangkat barang belanjaan bawaannya.
“ABBYYY
!!” sorak Steph dari jauh.
“STEPH
!!” Sorakku sambil memeluk badan mungilnya dengan erat. Sudah lama sekali aku
tidak merasakan pelukan hangatku bersama Steph. Aku dan Steph adalah teman
lama, hobiku dan hobi Steph sama, yaitu travelling. Kebetulan Steph juga sedang
mengunjungi Tokyo, jadi ia memutuskan untuk menemuiku di Shibuya.
“Abs,
ini kakakku, Lucas Johnshon.” Ucap Steph memperkenalkkanku dengan lelaki
berambut coklat tadi.
“Panggil
aku Luke saja. Senang bertemu denganmu.” Dia tersenyum sambil mengulurkan
tangan kanan gagahnya.
“Albigail
Smith. Panggil aku Abby atau Abs. Sebuah kehormatan bisa bertemu denganmu, Luke.” Aku ikut tersenyum dan menjabat tangannya.
“Abby,
apakah kau keberatan jika kakakku pergi bersama kita ? Sudah kubilang, kau
seharusnya diam di rumah. Kau ini merepotkan saja.” Ucap Steph mengacungkan jari
telunjuknya ke arah Luke lalu menyilangkan kedua lengannya.
“Kau
justru yang merepotkan, barang belanjaanmu saja aku yang bawa.” Bantah Luke tidak
mau kalah. Lucu sekali rasanya melihat mereka yang bertengkar. Karena aku
adalah anak tunggal, melihat adik-kakak seperti ini membuatku bersemangat untuk
mengelilingi kota ini bersama mereka.
“Sudahlah..
tidak apa-apa jika kalian ikut bersamaku. Aku tidak keberatan selama kalian
tidak membunuh satu sama lain karena bertengkar.” Ucapku, setengah terkikik sambil
memeluk mereka berdua.
“Tenang
saja, abs. Aku tidak akan membunuh adik kecilku ini. Kalau dia tidak ada, nanti
rumahku jadi sepi karena tidak ada yang mengoceh lagi.” Canda Luke menyubit
pipi adik kecilnya.
“Aku
bukan ‘adik kecilmu’ kau hanya berbeda 2 bulan dariku.” Ucap Steph memajukan
bibir bawahnya lalu berjalan memasuki stasiun Shibuya. Aku dan Luke hanya
tertawa dan mengikutinya dari belakang. Sesaat ketika aku sedang asyik tertawa,
aku merasa ada seseorang yang mengikuti kami dari belakang, ketika aku menoleh
ternyata tidak ada. Mungkin hanya perasaanku saja ya ?
Benar
kan ?
“Kakak
! Ayo pergi beli ice cream duluuuuu.” Pinta Steph menarik-narik lengan
kakaknya.
“Gak mauuuuu ! Aku kehabisan uang, dari tadi kau
terus-terusan meminta uang.” Ucap Luke, berusaha melepaskan tangan adiknya.
“Tapi aku haus, cuaca di Hiroshima sangatlah panas !”
Steph belum menyerah membujuk kakaknya. Aku hanya tertawa pelan sambil berjalan
mengikuti mereka.
Siang ini, aku, Steph, dan Luke sedang berjalan-jalan mengelilingi
kota bersejarah di Jepang yaitu Hiroshima. Kota ini hancur diserang bom atom
pada tanggal 6 Agustus 1945 hampir bersamaan dengan kota lain di Jepang, yaitu
Nagasaki. Di kota ini terdapat tren yang dapat membantu para pengunjung untuk
mengelilingi Hiroshima. Sekarang kami sedang berada di salah satu gedung yang
berhasil selamat dari serangan bom atom. Gedung ini sengaja tidak di renovasi
atau dibetulkan kembali. Tujuannya agar dapat dijadikan sejarah penting bagi
seluruh umat manusia.
Aku,
Steph dan Luke asyik mengabadikan momen penting ini. Steph bertugas untuk
merekam, aku dan Luke bertugas menjepret photo. Rencananya, video dan
photo-photo ini, akan kami masukan ke blog kami agar bisa dilihat oleh traveler
lainnya.
Setelah
puas menjepret sana-sini, seperti biasa, kami pergi ke toko yang menjual post
card dan membeli post card bergambar gedung bersejarah di Hiroshima. Setelah
selesai berbelanja, kami memutuskan untuk beristirahat sambil makan siang
sejenak di bawah pohon. Entah mengapa, lagi-lagi, aku merasakan ada yang
mengawasi kami, dan lagi-lagi pula, dugaanku salah.
“Steph,
Luke, apakah kalian merasa ada yang mengawasi kita ?” Aku bertanya setengah
berbisik.
“Tidak.”
Jawab Steph singkat dengan mulut penuh dengan kunyahan roti sandwich.
“Bagaimana
denganmu Luke ?” Aku bertanya kepadanya, mungkin saja dia merasakan hal yang
sama
“Hayalanmu
saja itu.” Jawab Luke sambil mengambil botol minumya lalu meneguknya perlahan.
Apakah
benar ini hanya hayalanku ?
Mungkin
Luke benar.
Aku
menggelengkan kepalaku dan membuang segala pikiran anehku, lalu melahap makan
siangku.
“Kak,
Abs, aku mau ke toilet dulu, ya. Jangan ditinggalin. Awas lho, ya.” Ucap Steph
setengah mengancam, lalu berlari menuju toilet terdekat. Aku tertawa kecil,
lalu melanjutkan makan siangku sambil mengobrol bersama Luke. Luke orangnya
lucu, ramah dan juga penyayang, apalagi dengan adiknya. Hobinya menulis dan
main basket, umurnya 18 tahun, sama seperti aku dan Steph, hanya saja Luke lahir
bulan Februari, sedangkan aku dan Steph lahir dibulan Mei.
Tak
terasa, aku dan Luke sudah 45 menit mengobrol, tetapi Steph belum keluar dari
toilet juga. Tentu saja aku menjadi khawatir. Tapi, Luke menenangkan diriku.
Katanya Steph memang lama kalau buang air kecil di toilet umum. Aku pun
mengangguk setuju lalu kembali duduk dengan tenang.
Satu
jam lebih lima belas menit berlalu, lagi-lagi Steph belum keluar dari toilet.
Aku mulai panik dan bertekad untuk menyusul Steph ke toilet ditemani Luke.
“Steph
?? Dimana kau ?” Hening, tidak ada jawaban. Aku berjalan pelan membuka pintu
pertama, ternyata kosong.
Bilik
kedua, kosong.
Bilik
ketiga, kosong juga.
Bilik
keempat….. kosong !
Dimana
dia ?!
Aku
melihat telepon Steph tergeletak di lantai bilik terakhir. Aku mengambilnya
lalu berlari panik keluar dari toilet lalu memaggil Luke. Luke bergegas datang
menghampiriku lalu menanyakan apa yang terjadi.
“Dimana
Steph ?” tanyanya khawatir.
“Steph
hilang ! Steph hilang, Luke ! Aku hanya menemukan teleponnya…” Ucapku menangis,
lalu meletakkan telepon Steph di tangan Luke.
“Baiklah
kau tunggu di sini. Aku akan mencarinya.” Luke berlari meninggalkan aku
sendirian berama barang bawaan kami.
Sudah
kuduga. Pasti ada yang mengikuti kami ! Tapi Steph dan Luke tidak percaya !
Aku berhenti menangis ketika akhirnya melihat
Luke muncul dengan jaket Steph yang penuh darah.
“Aku
tidak menemukan Steph, tapi aku menemukan jaketnya di pinggir sungai.” Ucap Luke
lesu sambil menunjukkan jaket Steph.
“Bagaimana
ini..?” tanyaku, mengusap air mata di pipiku.
“Entahlah…
aku sudah mencoba mengubungi kepolisian tapi Handphoneku tidak memiliki pulsa,
Handphone Steph baterainya habis, bagaimana dengan HP milikmu ?” Tanya Luke.
Aku mengambil HP milikku lalu mengecek pulsanya. Nihil. Pulsaku terkuras habis
setelah melepon Steph waktu di Shibuya.
“Pulsaku
juga habis. Kita mesti gimana ?”
“Ayo kita coba memanggilnya lewat spiker.
Sebaiknya kau iku aku.” Ucapnya membantuku berdiri.
Aku
dan Luke langsung berjalan menuju bagian informasi turis.
“PERHATIAN.
BAGI ANDA YANG BERNAMA STEPHANIE JOHNSHON. ATAU ANDA YANG MELIHAT GADIS BERUMUR
18 TAHUN BERAMBUT IKAL PANJANG BERWARNA
COKLAT, MEMAKAI CELANA JEANS HITAM, BAJU HIJAU BERCORAK BUNGA MERAH, DAN
MEMAKAI SEPATU HIGH HEELS, SILAHKAN HUBUNGI KAMI DI RUANG INFORMASI TURIS.
TERIMAKASIH.” Ucap Luke mengumumkan dari mic ruang informasi turis ketika kami
sampai di sana.
“Sekarang
kita hanya tinggal menunggu kabar. Kuharap kita bisa menemukannya.” Ucap Luke
putus asa lalu duduk di sofa dekatnya.
“Ayolah
Luke jangan menyerah, kita tidak bisa diam duduk manis di sini saja ! kita
harus meminta tolong polisi atau pergi mencarinya ! Steph masih diluar sana,
ketakutan. Dia butuh pertolongan kita, Luke !” teriakku memohon kepadanya. Kita
harus melakukan sesuatu selain berdoa dan menunggu. Luke menatapku lalu
memainkan jemarinya.
“Entahlah
Abs.. Aku takut.” Ucapnya pelan, hamper tidak terdengar.
“Ayolah
kau pasti bisa. Kita pasti bisa menemukan Steph. Jangan putus asa, Luke.”
Ucapku memegang pundak Luke, berusaha menyemangatinya.
Tiba-tiba
mata Luke membulat sempurna lalu dia bangun dari sofa dan berteriak, “Aku punya
ide.”
“Aku
akan coba hubungi pihak kepolisian lewat telepon umum.” Ucapnya, lalu berlari mencari
telpon umum, aku mengikutinya dari belakang.
“Punya
uang koin kecil ?” Tanyanya ketika berhasil menemukan telepon umum. Aku
mengangguk lalu memberikannya beberapa uang koin. Aku menunggunya di luar bilik
telepon. Tak lama kemudian Luke muncul.
“Aku
sudah telepon polisi.” Jawabnya singkat dengan nada yang pelan.
“Lalu
?”
“Mereka
bilang kalau ada sesorang yang hilang sebelum 24 jam, belum bisa dilapokan
hilang.” Jelasnya.
“Lalu
?” Aku kembali menanyakannya hal yang sama.
“Steph
kan belum hilang selama 24 jam, jadi kita belum bisa dibantu polisi.” Jawabnya lesu.
“Tapi
kan ada bukti jaket Steph yang berdarah. Jaket Steph merupakan bukti bahwa ini
merupakan kasus penculikan. Dia berusaha melawan penculiknya hingga terluka.
Ini buktinya.” Ucapku sambil mengacung-acungkan jaket milik Steph.
“Iya,
itulah yang aku sampaikan ke polisi. Tapi, mereka tetap menolaknya dan menyuruh
kita menunggu sampai besok. Kita baru bisa mencari Steph dengan bantuan polisi
besok.” Jelas Luke.
Kami terdiam sejenak berusaha memikirkan langkah mencari
Steph berikutnya.
Jujur. Aku juga sangat takut. Apalagi Steph.
Aku harus memikirkan rencana untuk menyelamatkan Steph.
Baiklah. Jika polisi belum bisa mencari Steph, akan aku
cari sendiri.
Siap-siap para penjahat. Karena, Secret Mission milikku
baru saja dimulai.